Tersangka menggabungkan RON 88 dan RON 92, menyebabkan negara mengalami kerugian sekitar Rp193,7 triliun.

Dua tersangka baru ditangkap oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) dari tahun 2018 hingga 2023. Salah satunya adalah menggabungkan RON 88 (premium) dengan RON 92 (pertamax).

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyatakan bahwa dua tersangka, MK sebagai Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga dan EC sebagai VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, melakukan pembelian RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92 dengan persetujuan tersangka RS sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, menyebabkan impor produk kilang dengan harga tinggi yang tidak sesuai dengan kualitas barang.

Dia kemudian menyatakan bahwa hal ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan core business PT Pertamina Patra Niaga.

Selanjutnya, terdakwa MK dan terdakwa EC membayar impor produk kilang melalui metode term atau pemilihan langsung waktu berjangka untuk memperoleh harga wajar.

Dia menjelaskan, “Tetapi dalam pelaksanaannya menggunakan metode spot atau penunjukan langsung harga yang berlaku saat itu, PT Pertamina Patra Niaga membayar impor produk kilang dengan harga yang tinggi kepada mitra usaha atau DMUT.”

Harli menyatakan bahwa terdakwa MK dan terdakwa EC juga mengetahui dan menyetujui bahwa terdakwa YF, yang merupakan Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping, melakukan mark up kontrak pengiriman, yang mengakibatkan PT Pertamina Patra Niaga membayar fee sebesar 13% hingga 15%.

Harli menyatakan, “Dan fee tersebut diberikan kepada tersangka MKAR sebagai Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dan tersangka DW sebagai Komisaris PT Navigator Khatulistiwa.”
Kerugian Negara Capai Rp 193,7 Triliun Akibat permufakatan buruk ini, ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, impor minyak mentah melalui DMUT atau broker sekitar Rp2,7 triliun, impor BBM melalui DMUT atau broker sekitar Rp9 triliun, kompensasi pada tahun 2023 sekitar Rp126 triliun, dan subsidi pada tahun 2023 sekitar Rp21 triliun.

Tersangka MK dan tersangka EC didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atas tindakan mereka.

Sebelum ini, tujuh tersangka telah ditetapkan oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dari tahun 2018 hingga 2023. Tingkat perkiraan kerugian negara dalam hal ini adalah Rp193,7 triliun.

“Kerugian keuangan Rp193,7 triliun yang bersumber dari berbagai komponen,” kata Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (24/2/2025).

Qohar menjelaskan berbagai aspek kerugian negara, termasuk kerugian ekspor dalam negeri, kerugian impor melalui broker, dan kerugian akibat subsidi. Saat ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih melakukan perhitungan untuk menghasilkan angka yang dapat diandalkan.

“Dan karena ini selama lima tahun 2018–2023, nanti finalnya akan kami sampaikan setelah perhitungan oleh audit BPK selesai, yang pasti kami sudah gelar perkara dengan BPK, sudah kami tuangkan dalam risalah hasil ekspose, sehingga di sana ditemukan kerugian keuangan negara,” kata Qohar.

Tersangka Baru Terkait Korupsi Minyak Mentah, Petinggi BUMN Ditangkap oleh Kejagung?
Halaman 7 “Tersangka Ditahan” menunjukkan bahwa tujuh tersangka langsung ditahan selama dua puluh hari berikutnya, atau hingga 24 Februari 2025. Mereka yang disebutkan di bawah ini:

RS bertindak sebagai Dirut PT Pertamina Patra Niaga, SDS bertindak sebagai Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional, lYF bertindak sebagai Dirut PT Pertamina Internasional Shipping, AP bertindak sebagai Vice President Feedstock Manajemen PT Kilang Pertamina Internasional, dan MKAN bertindak sebagai Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW bertindak sebagai Komisaris dan Komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ bertindak sebagai Dirut PT Orbit Terminus.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *