Dalam kasus dugaan korupsi di RSUD Batin Mangunang, Kejari Tanggamus menetapkan dua tersangka baru.
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di RSUD Batin Mangunang Kota Agung, penyidik Kejaksaan Negeri Tanggamus menetapkan dua tersangka baru. Kepala Kejari Tanggamus Adi Fakhruddin mengatakan bahwa kedua tersangka adalah mantan direktur RSUD Batin Mangunang berinisial MY, yang sekarang bekerja di Dinas PPPA, Dalduk, dan KB Kabupaten Tanggamus, dan seorang swasta berinisial MT, yang terlibat dalam penyediaan alat kesehatan CT Scan.
Surat-surat dengan nomor TAP-05/L.8.19/Fd.2/04/2025 dan TAP-06/L.8.19/Fd.2/04/2025, yang dikirim pada tanggal 24 April 2025, menguraikan keputusan tersebut. MT, yang mengenakan rompi tahanan, digiring ke Rutan Kelas IIB Kota Agung setelah ditetapkan bersalah. MY ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Kota Agung. Adi menjelaskan bahwa kasus ini bermula ketika RSUD Batin Mangunang menerima Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun 2023 sebesar Rp13,4 miliar untuk membeli alat CT Scan. Namun, dia mengatakan bahwa terjadi kesalahan karena merek alat yang tidak sesuai dengan rencana, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp2,1 miliar.
Menurut Fathurrohman, Kasi Pidana Khusus Kejari Tanggamus, tersangka MY bertindak sebagai PPK yang menentukan pihak penyedia, sedangkan MT bertindak sebagai penyedia barang, menetapkan harga tanpa proses negosiasi. Fathurrohman menyatakan bahwa penyelidikan kasus ini masih berlangsung dan dia tidak menutup kemungkinan bahwa ada lebih banyak tersangka yang akan diidentifikasi. “Kami terus mempelajari kasus ini, dan kami akan mengambil tindakan terhadap siapa pun yang terlibat,” katanya. Dikenal bahwa tersangka lain, berinisial M, yang bertugas sebagai PPTK pada proyek pengadaan scan CT tersebut, telah ditetapkan oleh Kejari sebelumnya. Jumlah tersangka dalam kasus ini sekarang menjadi tiga setelah dua tersangka baru ditangkap.
Diduga melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, para tersangka menghadapi hukuman penjara maksimal dua puluh tahun.