PT Bank Mega Syariah berencana untuk meluncurkan produk cicil emas melalui layanan digital pada awal semester kedua tahun ini. Pada pertemuan media di Jakarta, Kamis, Direktur Bisnis Bank Mega Syariah Rasmoro Pramono Aji menyatakan, “Bisnis cicil emas adalah salah satu pipeline produk kita yang akan diluncurkan dalam waktu dekat. Jadi, kita akan meluncurkan produk cicil emas melalui digital.”
Rasmusoro mengatakan bahwa Bank Mega Syariah sedang mempersiapkan dan mengembangkan berbagai elemen bisnis cicil emas. Ini termasuk segmen pasar, standar operasional prosedur (SOP), sistem yang dibangun, dan partner atau pihak ketiga yang akan bekerja sama dengan bisnis.
Dia juga menyatakan bahwa Bank Mega Syariah sedang mengerjakan sistem logistik untuk memudahkan klien yang ingin mencetak atau mengambil emas secara fisik dalam ukuran tertentu. Perusahaan membutuhkan waktu untuk menyempurnakan bisnis cicil emasnya karena persiapan yang rumit.
Rasmusoro mengatakan bahwa bisnis emas memiliki prospek yang bagus, terutama di tengah keadaan global saat ini di mana banyak orang mengalihkan uang mereka ke instrumen keamanan, seperti emas. Selain itu, harga emas biasanya meningkat setiap tahun, membuatnya menarik bagi masyarakat. Sebaliknya, konsumen tertentu dari Bank Mega Syariah memiliki permintaan tinggi untuk emas.
Jika permintaan di segmen tertentu sangat tinggi. Oleh karena itu, kami akan membuat produk itu, yang merupakan salah satu pendekatan kami untuk lebih menjangkau pasar, kata Rasmoro.
Perbankan syariah masih melihat bisnis emas yang menjanjikan. Setelah pemerintah meluncurkan layanan bank emas Bank Syariah Indonesia (BSI) dan Pegadaian pada 26 Februari yang lalu, bisnis emas semakin menjadi perhatian publik.
Namun, menurut Rasmoro, Bank Mega Syariah belum berencana untuk mengembangkan bisnis emas ke arah kegiatan usaha bulion. Ini karena modal inti Bank Mega Syariah harus mencapai minimal Rp14 triliun untuk memenuhi persyaratan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Peraturan OJK (POJK) Nomor 17 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bulion, Pasal 22 Ayat 1, menetapkan bahwa lembaga jasa keuangan (LJK) harus memiliki permodalan minimal Rp14 triliun sebelum dapat mengajukan izin usaha bulion.
Lebih lanjut, Pasal 22 Ayat 2 menyatakan bahwa LJK penyelenggara usaha bulion yang hanya berfokus pada penitipan emas dapat dibebaskan dari kewajiban modal inti atau ekuitas sebesar Rp14 triliun.
Penyelenggara kegiatan usaha bulion (LJK) yang hanya menyelenggarakan kegiatan penitipan emas sebagaimana disebutkan pada ayat 2 harus memenuhi persyaratan modal inti atau ekuitas yang berlaku bagi LJK.
Leave a Reply